Senin, 05 Maret 2012

Tradisi Sambut Masa Giling Tebu

Warga Desa Pangkah, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah memiliki tradisi unik dalam menyambut masa panen tebu dan giling tebu di Pabrik Gula Pangkah yang ada disekitar pemukiman warga. Mereka mengarak sepasang pengantin boneka yang disebut sebagai temanten tebu dari kebun tebu hingga ke mesin penggilingan.
Arak-arakan sepasang pengantin boneka yang ditandu ini merupakan awal dari prosesi ritual pengantin tebu yang dilakukan warga Desa Pangkah Tegal, Jawa Tengah dan para karyawan pabrik gula Pangkah untuk menyambut giling atau produksi gula di pabrik gula Pangkah.
Sepasang pengantin boneka yang disebut tebu temanten ini merupakan simbol bersatunya petani tebu dan pihak pabrik. Tebu temanten diarak dari kebun tebu terdekat dengan pabrik gula diiringi puluhan batang tebu yang dibawa oleh warga dan para karyawan pabrik sebagai tanda mulai penggilingan.
Administratur Pabrik Gula Pangkah Her Widodo mengatakan, ritual arak-arakan tebu temanten ini dimaksudkan agar proses gilingan berjalan lancar dan dapat menghasilkan rendaman gula yang melimpah sehingga akan meningkatkan kesejahteraan karyawan pabrik dan warga disekitar lingkungan pabrik.
Ritual tebu temanten ini berakhir dengan ditandai diletakkannya sepasang pengantin boneka yang sudah diarak beserta puluhan tebu yang mengiringinya diatas mesin penggilingan utama.
Sepasang pengantin tebu diarak dari Balai Desa Cepiring menuju Pabrik Gula Cepiring, Kendal, Jawa Tengah, oleh para petani tebu dan pegawai pabrik gula setempat, Kamis (7/7/2011).

Jarak tempuhnya arak-arakan ini mencapai 500 meter. Ikut mengarak pengantin tebu tersebut, rombongan kesenian barongan dan jaran kepang. Seperti layaknya tradisi pengantin adat Jawa, kedua pengantin tebu yang diberi nama Sri Manis dan Bagus Sarkoro ini dipertemukan dengan diberi sesaji kepala kerbau dan jajanan pasar.

Lalu kepala kerbau dan jajanan pasar ditempatkan di atas mesin penggilingan tebu, sedangkan sepasang pengantin tebu, setelah dipertemukan, dimasukkan ke mesin untuk digiling. Tebu yang digunakan untuk sepasang pengantin ini diambil dari tebu yang berkualitas.

Menurut Direktur PG Cepiring Bambang Setiyono, ritual mengarak pengantin tebu ini, adalah tradisi sebagai pertanda dimulainya giling tebu. Tradisi ritual ini sebagai simbol kebersamaan dengan petani, sekaligus berharap agar gula yang dihasilkan manis dan maksimal. "Tradisi ini sudah ada sejak zaman dahulu, dan kami melestarikannya," kata Bambang.

Ia mengatakan, pemilihan nama pengantin tebu Bagus Sarkoro dan Sri Manis bukanlah sekadar nama. Nama Bagus Sarkoro diyakini mempunyai arti jaya tiga pilar, yakni banyak, bersih, dan berkah. Artinya, gula yang dihasilkan nanti mempunyai rasa manis, kualitasnya bersih, dan membawa berkah bagi karyawan dan warga sekitar pabrik.

"Kalau Sri Manis, diyakini menjadi komoditas utama bagi warga sekitar dan masyarakat luas, serta hasil gulanya manis," katanya.

Ritual lain dalam rangkaian wiwitan jelang giling tebu di PG Cepiring ini, pergelaran wayang kulit dan pasar malam untuk menghibur masyarakat setempat. Tahun ini, PG. Cepiring menargetkan setiap hari menggiling tebu 2.000 ton. Proses giling tebu akan dilaksanakan selama 93 hari.


Pada era 80-an kita masih menangi tanaman tebu di kanan kiri pinggir jalan bila menuju Trangkil atau Tayu. Dulu di seputaran Karangdowo atau sebelah utara rumah sakit RAA. Suwondo atau sebelah utara asrama alugoro. Disitu pernah ada tempat pengepul tebu yang siap dinaikkan ke lori yaitu sejenis kereta api yang khusus mengangkut tebu ke tujuan akhir pabrik Trangkil. Dulu ada yang namanya Nggantingi, yaitu upacara bilamana pabrik gula Trangkil memasuki musim giling. Kisaran bulannya yaitu bulan Mei tiap tahunnya upacara Nggantingi ini diadakan. Ada pasar malam dan keramaian di seputar halaman pabrik. Itulah kenangan masa lalu kalau di Pati pernah ada pabrik gula yaitu PG. Trangkil dan PG. Pakis. 

0 komentar:

Posting Komentar