Sejarah
Musik Rock
Musik Rock adalah salah satu genre
dalam khasanah musik populer dunia yang biasanya didominasi oleh vokal, gitar,
drum, dan bas. banyak juga dengan penambahan instrumen seperti keyboad, piano
maupun synthesizer. Musik rock biasanya mempunyai beat yang kuat dan didominasi
oleh gitar, baik elektrik maupun akustik.
Pondasi dari musik rock adalah rock and roll dan rockabilly di era 50an. pada
akhir 60an banyak terjadi percampuran genre musik lain dengan musik rock. Musik
folk bercampur menjadi Folk Rock, Musik blues bercampur menjadi Blues Rock dan
musik jazz menjadi Jazz-Fussion Rock. Dan pada tahun 70an rock berkembang
menjadi beberapa subgenre seperti soft rock, hard rock, heavy metal dan punk.
Di era 80an berkembang lagi beberapa subgenre seperti glam metal, synth rock,
trash metal, hardcore punk, alternative rock. Di era 90an subgenre baru yaitu
grunge style rock, britpop, indie rock, piano rock dan nu metal.
Berikut beberapa aliran besar dalam musik rock
Hard Rock
Genre musik rock yang berakar pada musik pertengan 60a yaitu garage dan
psychedelic rock dan banyak keterpengaruhan dari musik blues. Hard rock banyak
didominasi oleh gitar elektrik, bas gitar dan drum. Peran gitaris biasanya
terbagi dua yaitu lead guitar dan rythm guitar, lead guuitar akan menampilkan
guitar solo pada beberapa bagian dari lagu sedangkan peran rythm guitar lebih
sebagai pelengkap lead guitar. Bas gitar dan drum berfungsi untuk membangun
struktur dari musik hard rock itu sendiri. Beberapa grup musik hard rock
terkemuka seperti : AC/DC, AC/DC, Aerosmith, The Who, Thin Lizzy, Guns N'
Roses, Nazareth, Van Halen dan Kiss sedangkan grup musik seperti led zeppelin
dan deep purple adalah "pelintas batas" antara hard rock dan heavy
metal
Heavy Metal
Sebenarnya hard rock dan heavy metal tidak beda jauh dalam hal bermusik makanya
banyak pelintas batas antara keduanya, musik heavy metal hanya lebih cepat
dalam musiknya. Musik ini dipelopori oleh led zeppelin, deep purple dan black
sabbath. penerusnya seperti Judas Priest, Iron maiden, metallica, megadeth,
Slayer, W.A.S.P, dll. Ciri tema dari lirik heavy metal adalah tentang sex,
kekerasan, fantasi dan mistis.
Punk Rock
Aliran ini lebih pada pemberontakan anak muda terhadap kemapanan. punk rock
lebih pada idiologi daripada kemampuan bermusik, seperti kalo kita mendengarkan
lagu2nya sex pistols yang sangat ancur dan tanpa harmonisasi bahkan dalam
pertunjukan live nya sering basnya diganti dibelakang layar karena pemain
aslinya biasanya teler berat dan udah pasti sangat ngawur sekali banget-banget.
Pelopor musik ini adalah Ramones, Sex Pistols, dan The Clash penerusnya banyak
sekali di era 2000an kayak green day tapi kurang liar.
Glam Metal
Sering juga disebut sebagai Hair Metal karena kecenderungan dari personil band
nya yang berambut panjang dan gaya berpakaiannya yang glamour dan make up nya.
secara musik glam metal gak beda jauh dengan heavy metal hanya saja ada
perbedaan dalam lirik yang lebih cenderung hedonistik seperti masalah sex,
minuman dan obat. Grup band yang masuk ke aliran ini adalah motley crue, deff
lepard, quiet riot, dokken, twisted sister,poison, cinderella,warrant, bon jovi
dll.
Banyak lagi aliran dalam rock yang belum dibahas tapi nanti akan terlalu
panjang dan membosankan, intinya adalah dengan mengetahui sejarah dan filosofi
dari musik membuat kita tidak langsung serta merta memproklamirkan sebuah lagu
menjadi masuk ke dalam musik rock seperti lagu isabella karya search, sebuah
lagu melayu yang dibalut distorsi gitar. Juga jangan sampai di ledek "muka kencang (sangar), musik kendor (merintih-rintih)
Sejarah
Musik Rock di Indonesia
Awal Mula
Embrio kelahiran scene musik rock
underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era
70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan,
Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya),
Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama
rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan
Majalah Aktuil sejak awal era 70-an. Istilah tersebut digunakan majalah musik
dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang
memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar’ dan `ekstrem’ untuk ukuran
jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut
di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar
negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led
Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini
kemudian mencatat sejarah namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut
saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal
Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah
yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss
Records. Produk pertama label ini adalah album ketiga God Bless, “Semut Hitam”
yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.
Menjelang akhir era 80-an, di
seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik thrash metal.
Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan
heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica,
Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota-
kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang
hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem
tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di depan
publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground
belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan
pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman
Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out disana oleh Tante Esther,
owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam
minggu biasanya selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan
kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.
Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini
antara lain Roxx (Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator &
Sepultura), Commotion Of Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator),
Razzle (GN’R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream
(Obituary). Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang
membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal
band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal lawas
Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk
grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara
“Ada Apa Dengan Cinta?”). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah
cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik Sucker
Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.
Semangat yang dibawa para pendahulu
ini memang masih berkutat pola tradisi ‘sekolah lama’, bangga menjadi band
cover version! Di antara mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman
untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah
salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman
dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo
rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio
yang rutin mengudarakan musik-musik rock / metal adalah Radio Bahama, Radio
Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling
legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama Rock N’ Rhythm
yang mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio
ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil,
Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio,
media massa yang kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya
Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.
Selain hang out di Pid Pub tiap
akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik
Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis
muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara
lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga
Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri
oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga mantan
vokalis Rotor.
Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan lokasi
rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan paling legendaris
dan bisa dibilang hampir semua band-band rock / metal lawas ibukota pernah
rutin berlatih di sini.
Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground manggung
pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria
Mandala (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik
kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut. Beberapa
pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMA
Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus Universitas Nasional
(Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya
Jakarta, Institut Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya
(Pulomas).
Berkonsernya dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992)
dan Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan band-band
metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura sukses “membakar”
Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis album debut self-titled
mereka di bawah label Blackboard. Album kaset ini kelak menjadi salah satu
album speed metal klasik Indonesia era 90-an. Hal yang sama dialami pula oleh
Rotor. Sukses membuka konser fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut
di Stadion Lebak Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya
yang pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan rekomendasi
dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil dua kali membuka
konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer Bakkar Bufthaim) lantas
eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib. Sucker Head sendiri tercatat
paling telat dalam merilis album debut dibanding band seangkatan mereka
lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, Aquarius Musikindo, baru di awal
1995 mereka merilis album `The Head Sucker’. Hingga kini Sucker Head tercatat
sudah merilis empat buah album.
Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di tanah air, mungkin
baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak terbentuk scene-scene
underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di Jakarta sendiri konsolidasi
scene metal secara masif berpusat di Blok M sekitar awal 1995. Kala itu
sebagian anak-anak metal sering terlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok
M Plaza dan di sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain
hang out adalah bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional,
barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran konser.
Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok Mall yang
kebetulan letaknya berada di bawah tanah.
Pada era ini hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin
ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black metal hingga
gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di era ini adalah
Grausig, Trauma, Aaarghhh, Tengkorak, Delirium Tremens, Corporation of
Bleeding, Adaptor, Betrayer, Sadistis, Godzilla dan sebagainya. Band grindcore
Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat sebagai band yang pertama kali merilis
mini album secara independen di Jakarta dengan judul `It’s A Proud To Vomit
Him’. Album ini direkam secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan
sound engineer Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor,
Koil, Puppen dan PAS).
Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground pertama di
Jakarta, Brainwashed zine. Edisi pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan
menampilkan cover Grausig dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium
Tremens. Di ketik di komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out
cut n’ paste tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan
mesin foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya
Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah terbit
fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat dicetak ala
majalah profesional dengan cover penuh warna. Hingga tahun 1999 Brainwashed
hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum akhirnya di tahun 2000 penulis
menggagas format e-zine di internet (www.bisik.com). Media-media serupa yang
selanjutnya lebih konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid Noise zine,
Gerilya zine, Rottrevore zine, Cosmic zine dan sebagainya.
29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock
underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie untuk
pertama kalinya di Poster Café. Acara bernama “Underground Session” ini digelar
tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. Café legendaris yang dimiliki
rocker gaek Ahmad Albar ini banyak melahirkan dan membesarkan scene musik indie
baru yang memainkan genre musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene
Brit/indie pop, ledakan musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai tawuran
massal bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi
juga di tempat ini. Getah, Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody
Gore, Straight Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet,
Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV, Planet
Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus Sasongko &
FSOP adalah sebagian kecil band-band yang `kenyang’ manggung di sana.
10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster Café untuk selama- lamanya.
Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan acara musik di sana (Subnormal
Revolution) yang berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga
sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan unjuk giginya aparat
kepolisian dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster Café diluar dugaan malah
banyak melahirkan venue- venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie.
Café Kupu- Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah
Waterpark, GM 2000 café dan Café Gueni di Cikini untuk scene Brit/indie pop,
Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs punk/hardcore dan juga indie pop.
Belakangan BB’s Bar yang super- sempit di Menteng sering disewa untuk acara
garage rock-new wave-mellow punk juga rock yang kini sedang hot, seperti The
Upstairs, Seringai, The Brandals, C’mon Lennon, Killed By Butterfly, Sajama
Cut, Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya, mungkin yang paling `netral’
dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana Café yangterletak di basement Hotel
Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini pulalah, 13 Januari 2002 silam,
Puppen `menghabisi riwayat’ mereka dalam sebuah konser bersejarah yang
berjudul, “Puppen : Last Show Ever”, sebuah rentetan show akhir band Bandung
ini sebelum membubarkan diri.
Scene Punk/Hardcore/Brit/Indie Pop
Invasi musik grunge/alternative dan
dirilisnya album Kiss This dari s** Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup
menjadi trigger yang ampuh dalam melahirkan band-band baru yang tidak memainkan
musik metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang
diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu s** Pistols lengkap dengan
dress-up punk dan haircut mohawknya. Uniknya, pada perjalanan selanjutnya,
sekitar tahun 1994, Pestol Aer kemudian mengubah arah musik mereka menjadi band
yang mengusung genre british/indie pop ala The Stone Roses. Konon, peristiwa
historik ini kemudian menjadi momen yang cukup signifikan bagi perkembangan
scene british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di pertengahan 1997 mereka
sempat merilis album debut bertitel `…Jang Doeloe’. Generasi awal dari scene
brit pop ini antara lain adalah band Rumahsakit, Wondergel, Planet Bumi,
Orange, Jellyfish, Jepit Rambut, Room-V, Parklife hingga Death Goes To The
Disco.
Pestol Aer memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989 sempat
melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap memainkan
nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai s** Pistols. Lukman
(Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker Head/Noxa) adalah alumnus band
ini juga. Selain sering manggung di Jakarta, Antiseptic juga sempat manggung di
rockfest legendaris Bandung, Hullabaloo II pada akhir 1994. Album debut
Antiseptic sendiri yang bertitel `Finally’ baru rilis delapan tahun kemudian
(1997) secara D.I.Y. Ada juga band alternatif seperti Ocean yang memainkan
musik ala Jane’s Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak sempat merilis
rekaman.
Selain itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots yang
awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The Exploited. Nggak jauh berbeda
dengan Antiseptic, baru sembilan tahun kemudian The Idiots merilis album debut
mereka yang bertitel `Living Comfort In Anarchy’ via label indie Movement Records.
Komunitas-komunitas punk/hardcore juga menjamur di Jakarta pada era 90-an
tersebut. Selain komunitas Young Offender tadi, ada pula komunitas South s**
(SS) di kawasan Radio Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People di Duren
Sawit, Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di Rawamangun.
Sementara rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah album
kompilasi Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang rilis awal 1997
dan memuat singel antara lain dari band Youth Against Fascism, Anti Septic,
Straight Answer, Dirty Edge dan sebagainya. Album kompilasi punk/hardcore
klasik lainnya adalah Still One, Still Proud (Movement Records) yang berisikan
singel dari Sexy Pig, The Idiots, Cryptical Death hingga Out Of Control.
Scene Bandung
Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi
cikal bakal scene rock underground di sana. Namanya Studio Reverse yang
terletak di daerah Sukasenang. Pembentukan studio ini digagas oleh Richard
Mutter (saat itu drummer PAS) dan Helvi. Ketika semakin berkembang Reverse
lantas melebarkan sayap bisnisnya dengan membuka distro (akronim dari
distribution) yang menjual CD, kaset, poster, t-shirt, serta berbagai aksesoris
import lainnya. Selain distro, Richard juga sempat membentuk label independen
40.1.24 yang rilisan pertamanya di tahun 1997 adalah kompilasi CD yang bertitel
“Masaindahbangetsekalipisan.” Band-band indie yang ikut serta di kompilasi ini
antara lain adalah Burger Kill, Puppen, Papi, Rotten To The Core, Full of Hate
dan Waiting Room, sebagai satu- satunya band asal Jakarta.
Band-band yang sempat dibesarkan
oleh komunitas Reverse ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun
1993 menorehkan sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara
independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P” ludes
terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang melahirkan
ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah (alm) Samuel Marudut.
Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun radio rock pertama di
Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman band-band rock amatir asal
Bandung, Jakarta dan sekitarnya. Tragisnya, di awal 1995 Marudut ditemukan
tewas tak bernyawa di kediaman Krisna Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan,
kematiannya ini, menurut Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The
Doors yang diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang
dibentuk pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga
akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup E.P.
(1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure Saturday
dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu promosinya oleh
Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan cara bonus kaset 3 lagu
sebelum rilis albumnya.
Agak ke timur, masih di Bandung
juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi episentrum underground
metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya didaerah ini sempat berdiri
Studio Palapa yang banyak berjasa membesarkan band-band underground cadas macam
Jasad, Forgotten, Sacrilegious, Sonic Torment, Morbus Corpse, Tympanic
Membrane, Infamy, Burger Kill dan sebagainya. Di sinilah kemudian pada awal
1995 terbit fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine.
Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single unik
berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga kali terbit dan
kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore lokal maupun
internasional.
Tak lama kemudian fanzine indie seperti Swirl,
Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut meramaikan media indie. Ripple
dan Trolley muncul sebagai majalah yang membahas kecenderungan subkultur
Bandung dan jug lifestylenya. Trolley bangkrut tahun 2002, sementara Ripple
berubah dari pocket magazine ke format majalah standar. Sementara fanzine yang
umumnya fotokopian hingga kini masih terus eksis. Serunya di Bandung tak hanya
musik ekstrim yang maju tapi juga scene indie popnya. Sejak Pure Saturday
muncul, berbagai band indie pop atau alternatif, seperti Cherry Bombshell,
Sieve, Nasi Putih hingga yang terkini seperti The Milo, Mocca, Homogenic.
Begitu pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar.
Band seperti Noin Bullet dan Agent Skins sudah lama mengusung genre musik ini.
Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock
underground di Bandung pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga
ke berbagai pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung
keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di
‘baptis’ di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah Bandung
paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock show fenomenal
seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung Underground. Jumlah penonton
setiap acara-acara di atas tergolong spektakuler, antara 5000 s/d 7000
penonton! Tiket masuknya saja sampai diperjual belikan dengan harga fantastis
segala oleh para calo. Mungkin ini merupakan rekor tersendiri yang belum
terpecahkan hingga saat ini di Indonesia untuk ukuran rock show underground.
Sempat dijuluki sebagai barometer
rock underground di Indonesia, Bandung memang merupakan kota yang menawarkan
sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi kemajuan scene nasional. Booming distro yang
melanda seluruh Indonesia saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan
menjual album indie hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga
berawal dari kota ini. Bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama
kali teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan di
kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan menjadi
reinkarnasi Aktuil di jaman sekarang, tetap loyal memberikan porsi terbesar
liputannya bagi band-band indie lokal keren macam Koil, Kubik, Balcony, The
Bahamas, Blind To See, Rocket Rockers, The Milo, Teenage Death Star, Komunal
hingga The S.I.G.I.T. Coba cek webzine Bandung, Death Rock Star
(www.deathrockstar.tk) untuk membuktikannya. Asli, kota yang satu ini memang
nggak ada matinya!
Scene Jogjakarta
Kota pelajar adalah julukan formalnya, tapi siapa sangka kalau kota ini
ternyata juga menjadi salah satu scene rock underground terkuat di Indonesia?
Well, mari kita telusuri sedikit sejarahnya. Komunitas metal underground
Jogjakarta salah satunya adalah Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini sempat
menerbitkan fanzine metal Human Waste, majalah Megaton dan menggelar acara
metal legendaris di sana, Jogja Brebeg. Hingga kini acara tersebut sudah
terselenggara sepuluh kali! Band-band metal underground lawas dari kota ini
antara lain Death Vomit, Mortal Scream, Impurity, Brutal Corpse, Mystis,
Ruction.
Untuk scene punk / hardcore / industrial-nya yang bangkit sekitar awal 1997
tersebutlah nama Sabotage, Something Wrong, Noise For Violence, Black Boots,
DOM 65, Teknoshit hingga yang paling terkini, Endank Soekamti. Sedangkan untuk
scene indie rock/pop, beberapa nama yang patut di highlight adalah Seek Six
Sick, Bangkutaman, Strawberry’s Pop sampai The Monophones. Selain itu, band ska
paling keren yang pernah terlahir di Indonesia, Shaggy Dog, juga berasal dari
kota ini. Shaggy Dog yang kini dikontrak EMI belakangan malah sedang asyik
menggelar tur konser keliling Eropa selama 3 bulan!
Kota gudeg ini tercatat juga pernah
menggelar Parkinsound, sebuah festival musik elektronik yang pertama di
Indonesia. Parkinsound #3 yang diselenggarakan tanggal 6 Juli 2001 silam di
antaranya menampilkan Garden Of The Blind, Mock Me Not, Teknoshit, Fucktory,
Melancholic Bitch hingga Mesin Jahat.
Scene Surabaya
Scene underground rock di Surabaya
bermula dengan semakin tumbuh berkembangnya band-band independen beraliran
death metal / grindcore sekitar pertengahan tahun 1995. Sejarah terbentuknya
berawal dari event Surabaya Expo (semacam Jakarta Fair di DKI - Red) dimana
band- band underground metal seperti, Slowdeath, Torture, Dry, Venduzor,
Bushido manggung di sebuah acara musik di event tersebut.
Setelah event itu masing-masing band tersebut kemudian sepakat untuk mendirikan
sebuah organisasi yang bernama Independen. Base camp dari organisasi yang
tujuan dibentuknya sebagai wadah pemersatu serta sarana sosialisasi informasi
antar musisi / band underground metal ini waktu itu dipusatkan di daerah Ngagel
Mulyo atau tepatnya di studio milik band Retri Beauty (band death metal dengan
semua personelnya cewek, kini RIP). Anggota dari organisasi yang merupakan
cikal bakal terbentuknya scene underground metal di Surabaya ini memang sengaja
dibatasi hanya sekitar 7-10 band saja.
Rencana pertama Independen waktu itu adalah menggelar konser underground rock
di Taman Remaja, namun rencana ini ternyata gagal karena kesibukan melakukan
konsolidasi di dalam scene. Setelah semakin jelas dan mulai berkembangnya scene
underground metal di Surabaya pada akhir bulan Desember 1997, organisasi
Independen resmi dibubarkan. Upaya ini dilakukan demi memperluas jaringan agar
semakin tidak tersekat-sekat atau menjadi terkotak-kotak komunitasnya.
Pada masa-masa terakhir sebelum
bubarnya organisasi Independen, divisi record label mereka tercatat sempat
merilis beberapa buah album milik band-band death metal / grindcore Surabaya.
Misalnya debut album milik Slowdeath yang bertitel “From Mindless Enthusiasm to
Sordid Self-Destruction” (September 96), debut album Dry berjudul “Under The
Veil of Religion” (97), Brutal Torture “Carnal Abuse”, Wafat “Cemetery of
Celerage” hingga debut album milik Fear Inside yang bertitel “Mindestruction”.
Tahun-tahun berikutnya barulah underground metal di Surabaya dibanjiri oleh
rilisan-rilisan album milik Growl, Thandus, Holy Terror, Kendath hingga Pejah.
Sebagai ganti Independen kemudian dibentuklah Surabaya
Underground Society (S.U.S) tepat di malam tahun baru 1997 di kampus
Universitas 45, saat diselenggarakannya event AMUK I. Saat itu di Surabaya juga
telah banyak bermunculan band-band baru dengan aliran musik black metal. Salah
satu band death metal lama yaitu, Dry kemudian berpindah konsep musik seiring
dengan derasnya pengaruh musik black metal di Surabaya kala itu.
Hanya bertahan kurang lebih beberapa bulan saja, S.U.S
di tahun yang sama dilanda perpecahan di dalamnya. Band-band yang beraliran
black metal kemudian berpisah untuk membentuk sebuah wadah baru bernama ARMY OF
DARKNESS yang memiliki basis lokasi di daerah Karang Rejo. Berbeda dengan black
metal, band-band death metal selanjutnya memutuskan tidak ikut membentuk
organisasi baru. Selanjutnya di bulan September 1997 digelar event AMUK II di
IKIP Surabaya. Event ini kemudian mencatat sejarah sendiri sebagai event paling
sukses di Surabaya kala itu. 25 band death metal dan black metal tampil sejak
pagi hingga sore hari dan ditonton oleh kurang lebih 800 – 1000 orang. Arwah,
band black metal asal Bekasi juga turut tampil di even tersebut sebagai band
undangan.
Scene ekstrem metal di Surabaya
pada masa itu lebih banyak didominasi oleh band-band black metal dibandingkan
band death metal/grindcore. Mereka juga lebih intens dalam menggelar
event-event musik black metal karena banyaknya jumlah band black metal yang
muncul. Tercatat kemudian event black metal yang sukses digelar di Surabaya
seperti ARMY OF DARKNESS I dan II.
Tepat tanggal 1 Juni 1997 dibentuklah komunitas
underground INFERNO 178 yang markasnya terletak di daerah Dharma Husada (Jl.
Prof. DR. Moestopo,Red). Di tempat yang agak mirip dengan rumah-toko (Ruko) ini
tercatat ada beberapa divisi usaha yaitu, distro, studio musik, indie label,
fanzine, warnet dan event organizer untuk acara-acara underground di Surabaya.
Event-event yang pernah di gelar oleh INFERNO 178 antara lain adalah, STOP THE
MADNESS, TEGANGAN TINGGI I & II hingga BLUEKHUTUQ LIVE.
Band-band underground rock yang kini bernaung di bawah
bendera INFERNO 178 antara lain, Slowdeath, The Sinners, Severe Carnage, System
Sucks, Freecell, Bluekuthuq dan sebagainya. Fanzine metal asal komunitas
INFERNO 178, Surabaya bernama POST MANGLED pertama kali terbit kala itu di
event TEGANGAN TINGGI I di kampus Unair dengan tampilnya band-band punk rock
dan metal. Acara ini tergolong kurang sukses karena pada waktu yang bersamaan
juga digelar sebuah event black metal. Sayangnya, hal ini juga diikuti dengan
mandegnya proses penggarapan POST MANGLED Zine yang tidak kunjung mengeluarkan
edisinya yang terbaru hingga kini.
Maka, untuk mengantisipasi
terjadinya stagnansi atau kesenjangan informasi di dalam scene, lahirlah
kemudian GARIS KERAS Newsletter yang terbit pertama kali bulan Februari 1999.
Newsletter dengan format fotokopian yang memiliki jumlah 4 halaman itu banyak
mengulas berbagai aktivitas musik underground metal, punk hingga HC tak hanya
di Surabaya saja tetapi lebih luas lagi. Respon positif pun menurut mereka
lebih banyak datang justeru dari luar kota Surabaya itu sendiri. Entah mengapa,
menurut mereka publik underground rock di Surabaya kurang apresiatif dan minim
dukungannya terhadap publikasi independen macam fanzine atau newsletter
tersebut. Hingga akhir hayatnya GARIS KERAS Newsletter telah menerbitkan
edisinya hingga ke- 12.
Divisi indie label dari INFERNO 178 paling tidak hingga sekitar 10 rilisan
album masih tetap menggunakan nama Independen sebagai nama label mereka. Baru
memasuki tahun 2000 yang lalu label INFERNO 178 Productions resmi memproduksi
album band punk tertua di Surabaya, The Sinners yang berjudul “Ajang Kebencian”.
Selanjutnya label INFERNO 178 ini akan lebih berkonsentrasi untuk merilis
produk- produk berkategori non-metal. Sedangkan untuk label khusus death
metal/brutal death/grindcore dibentuklah kemudian Bloody Pigs Records oleh
Samir (kini gitaris TENGKORAK) dengan album kedua Slowdeath yang bertitel
“Propaganda” sebagai proyek pertamanya yang dibarengi pula dengan menggelar
konser promo tunggal Slowdeath di Café Flower sekitar bulan September 2000 lalu
yang dihadiri oleh 150- an penonton. Album ini sempat mencatat sold out walau
masih dalam jumlah terbatas saja. Ludes 200 keping tanpa sisa.
Scene Malang
Kota berhawa dingin yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan dari Surabaya ini
ternyata memiliki scene rock underground yang “panas” sejak awal dekade 90-an.
Tersebutlah nama Total Suffer Community(T.S.C) yang menjadi motor penggerak
bagi kebangkitan komunitas rock underground di Malang sejak awal 1995. Anggota
komunitas ini terdiri dari berbagai macam musisi lintas-scene, namun
dominasinya tetap saja anak-anak metal. Konser rock underground yang pertama
kali digelar di kota Malang diorganisir pula oleh komunitas ini. Acara bertajuk
Parade Musik Underground tersebut digelar di Gedung Sasana Asih YPAC pada
tanggal 28 Juli 1996 dengan menampilkan band-band lokal Malang seperti Bangkai
(grindcore), Ritual Orchestra (black metal),Sekarat (death metal), Knuckle Head
(punk/hc), Grindpeace (industrial death metal), No Man’s Land (punk), The
Babies (punk) dan juga band-band asal Surabaya, Slowdeath (grindcore) serta The
Sinners (punk).
Beberapa band Malang lainnya yang
patut di beri kredit antara lain Keramat, Perish, Genital Giblets, Santhet dan
tentunya Rotten Corpse. Band yang terakhir disebut malah menjadi pelopor style
brutal death metal di Indonesia. Album debut mereka yang bertitel “Maggot
Sickness” saat itu menggemparkan scene metal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta
dan Bali karena komposisinya yang solid dan kualitas rekamannya yang top notch.
Belakangan band ini pecah menjadi dua dan salah satu gitaris sekaligus
pendirinya, Adyth, hijrah ke Bandung dan membentuk Disinfected. Di kota inilah
lahir untuk kedua kalinya fanzine musik di Indonesia. Namanya Mindblast zine
yang diterbitkan oleh dua orang scenester, Afril dan Samack pada akhir 1995.
Afril sendiri merupakan eks-vokalis band Grindpeace yang kini eksis di band
crust-grind gawat, Extreme Decay. Sementara indie label pionir yang hingga kini
masih bertahan serta tetap produktif merilis album di Malang adalah Confused
Records.
Scene Bali
Berbicara scene underground di Bali kembali kita akan menemukan komunitas metal
sebagai pelopornya. Penggerak awalnya adalah komunitas 1921 Bali Corpsegrinder
di Denpasar. Ikut eksis di dalamnya antara lain, Dede Suhita, Putra Pande, Age
Grindcorner dan Sabdo Moelyo. Dede adalah editor majalah metal Megaton yang
terbit di Jogjakarta, Putra Pande adalah salah satu pionir webzine metal
Indonesia Corpsegrinder (kini Anorexia Orgasm) sejak 1998, Age adalah pengusaha
distro yang pertama di Bali dan Moel adalah gitaris/vokalis band death metal
etnik, Eternal Madness yang aktif menggelar konser underground di sana. Nama
1921 sebenarnya diambil dari durasi siaran program musik metal mingguan di
Radio Cassanova, Bali yang berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00 WITA.
Awal 1996 komunitas ini pecah dan
masing-masing individunya jalan sendiri-sendiri. Moel bersama EM Enterprise
pada tanggal 20 Oktober 1996 menggelar konser underground besar pertama di Bali
bernama Total Uyut di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Band-band Bali yang tampil diantaranya
Eternal Madness, Superman Is Dead, Pokoke, Lithium, Triple Punk, Phobia,
Asmodius hingga Death Chorus. Sementara band- band luar Balinya adalah Grausig,
Betrayer (Jakarta), Jasad, Dajjal, Sacrilegious, Total Riot (Bandung) dan Death
Vomit (Jogjakarta). Konser ini sukses menyedot sekitar 2000 orang penonton dan
hingga sekarang menjadi festival rock underground tahunan di sana. Salah satu
alumni Total Uyut yang sekarang sukses besar ke seantero nusantara adalah band
punk asal Kuta, Superman Is Dead. Mereka malah menjadi band punk pertama di
Indonesia yang dikontrak 6 album oleh Sony Music Indonesia. Band-band indie
Bali masa kini yang stand out di antaranya adalah Navicula, Postmen, The Brews,
Telephone, Blod Shot Eyes dan tentu saja Eternal Madness yang tengah bersiap
merilis album ke tiga mereka dalam waktu dekat.
Memasuki era 2000-an scene indie
Bali semakin menggeliat. Kesuksesan S.I.D memberi inspirasi bagi band-band Bali
lainnya untuk berusaha lebih keras lagi, toh S.I.D secara konkret sudah membuktikan
kalau band `putera daerah’ pun sanggup menaklukan kejamnya industri musik
ibukota. Untuk mendukung band-band Bali, drummer S.I.D, Jerinx dan beberapa
kawannya kemudian membuka The Maximmum Rock N’ Roll Monarchy (The Max), sebuah
pub musik yang berada di jalan Poppies, Kuta. Seringkali diadakan acara rock
reguler di tempat ini.
Indie Indonesia Era 2000-an
Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an? Kehadiran
teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi
perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka lebar
membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di Indonesia.
Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan dengan menawarkan
style musik yang lebih beragam. Trend indie label berlomba-lomba merilis album
band-band lokal juga menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian
sejarah yang berguna puluhan tahun ke depan.
Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan idiom `indie’ dan bukan underground
untuk mendefinisikan sebuah scene musik non- mainstream lokal. Sempat terjadi
polemik dan perdebatan klasikmengenai istilah `indie atau underground’ ini di
tanah air. Sebagian orang memandang istilah `underground’ semakin bias karena
kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang `sell-out’,
entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis
atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian
lagi lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih `elastis’ dan misalnya,
lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem.
Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin
sering digunakan oleh media massa nasional, jauh meninggalkan istilah ortodoks
`underground’ itu tadi.
Ditengah serunya perdebatan idie/underground, major label atau indie label,
ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album,
ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene
musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka seakan
tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin tidak
substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari bersenang-senang lebih
menjadi `panglima’ sekarang ini.
Tokoh
Musik Rock
Biografi Elvis Presley
Elvis Aron Presley lahir 8 Januari 1935 di Tupelo, Mississippi adalah seorang
penyanyi rock 'n' roll legendaris Amerika Serikat. Elvis juga dikenal dengan
"The King" dan "The King of Rock 'n' Roll". Selain
penyanyi, The King adalah seorang produser musik dan aktor. Berkat lagu-lagunya
yang memadukan irama rock 'n' roll dengan lagu-lagu ballad, dunia rock 'n' roll
memperoleh fondasi komersial yang selanjutnya dapat dikembangkan musisi rock
'n' roll penerusnya.
Pada masa kejayaannya, konser-konser Elvis dihadiri penggemarnya (kebanyakan
remaja) dalam jumlah yang sangat besar. Gaya, sifat, serta cara berpakaiannya
menjadi simbol bagi musik rock 'n' roll dan banyak ditiru penggemarnya. Bahkan
4000 remaja Inggris menahbiskan Elvis sebagai raja trendsetter tata rambut
sepanjang zaman.
Awal perkenalan Elvis dengan dunia rekaman di mulai saat musim panas 1953.
Elvis membayar US$3,98 untuk merekam dua buah lagu di perusahaan Sun Studios
sebagai hadiah ulang tahun bagi ibunya. Pendiri Sun, Sam Phillips, tertarik
pada suaranya dan memanggilnya pada Juni 1954 untuk mengisi posisi penyanyi
ballad yang sedang kosong.
Tahun 1956 merupakan awal karir Elvis sebagai penyanyi profesional. Tanggal 27
Januari Elvis merilis single pertamanya Heartbreak Hotel, dibawah label RCA
Victor Records. Tanggal 23 Maret, RCA merilis album pertama Elvis , bertajuk:
ELVIS PRESLEY.
Pada tahun yang sama, 16 November, film pertama Elvis, LOVE ME TENDER,
diluncurkan. Film ini menuai banyak kritik, namun mendapat angka penjualan yang
sangat baik. Secara keseluruhan Elvis tampil dalam 31 judul film.
Hasil penjualan album perdana Elvis meledak menjelang akhir 1950-an dengan
hit-hitnya, antara lain All Shook Up, (Let me be your) Teddy Bear dan I Need
Your Love Tonight. Meskipun demikian, banyak kritikus tidak terkesan. Selain
itu, penampilan Elvis di panggung banyak menuai kritik, karena dianggap sebagai
pornografi.
Bulan Desember 1957, Elvis dipanggil untuk ikut tugas militer dengan Angkatan
Bersenjata AS. Ia resmi masuk Angkatan Bersenjata pada 24 Maret 1958, kemudian
ditugaskan di Jerman, dan dilepastugaskan dengan hormat dua tahun kemudian.
Sekembalinya dari wajib militer, karir musiknya sempat meredup akibat
"diganggu" profesi lainnya sebagai aktor dan hilangnya peranan dia
dalam memilih jenis lagu yang ia mainkan. Selain itu, terjadi kebangkitan musik
Britania/Inggris (British Invasion; The Beatles, The Rolling Stones, dan
lain-lain).
Elvis melakukan comeback, yang sukses melalui penampilan televisi pada 3
Desember 1968 berjudul '68 Comeback Special. Karir musiknya kembali bersinar
setelah ia mendapatkan kesempatan dalam acara tersebut untuk bermain dalam
jalur yang paling ia sukai, rock 'n' roll.
Pada tahun berikutnya, Elvis memulai penampilan live yang laris di berbagai
tempat, diawali dari Las Vegas dan berlanjut negara-negara bagian lainnya di
Amerika Serikat. Antara tahun 1969 dan 1977, The King of Rock 'n' Roll tampil
dalam 1.000 acara yang tiketnya terjual habis.
Akibat kecanduan obat-obat dokter seperti obat tidur, kesehatan dan
penampilannya mengalami penurunan sekitar pertengahan 1970-an. The King tampil
untuk terakhir kalinya dalam sebuah konser di Market Square Arena di
Indianapolis, Indiana tanggal 26 Juni 1977.
Pada 16 Agustus 1977, Elvis ditemukan meninggal dunia di rumahnya di Graceland,
Memphis akibat serangan jantung. Saat itu ia berusia 42 tahun. penyebab
kematiannya hampir sama dengan Michael jackson yang meninggal akibat serangan
jantung.
0 komentar:
Posting Komentar