Senin, 12 Maret 2012

Nina dan Handphone

Pulang sekolah, Nina langsung masuk kamar, membanting pintu kamar, menangis di atas tempat tidur. Sudah seminggu dia seperti ini. Ini gara-gara Rina, salah satu temannya yang sudah punya handphone. Rina selalu membawa handphone ke sekolah, pamer ke teman-temannya. Kalau saja Bu Guru tahu Rina membawa handphone, pasti handphone itu sudah disita. Nina sudah pernah bilang ke Ayah untuk dibelikan handphone. Tapi, Ayah menolak. Kata Ayah, Nina masih kelas 4 SD, belum perlu punya handphone. Nina semakin sedih mendengar jawaban Ayah itu.

"Nina, kok tidak makan dulu?" panggil Ibu, sedikit berteriak. Karena Nina tak kunjung datang ke meja makan, Ibu memutuskan untuk masuk ke kamar Nina.

"Lho, kok nangis lagi?" tanya Ibu heran.

"Nina ingin punya handphone, Bu." jawab Nina setengah memohon.

"Ayah kan sudah bilang, Nina masih kelas 4 SD, belum perlu punya handphone. Nanti kalau Nina sudah lulus, Ibu belikan Nina handphone bagus yang ada kameranya." Ibu mencoba membujuk Nina.

"Rina saja yang masih kelas 4 SD, sudah dibelikan handphone," kata Nina, berharap Ibunya mengalah dan membelikannya handphone.

Ibu membelai rambut Nina yang halus. "Ibu mau tanya, Nina ke sekolah untuk cari ilmu atau pamer handphone?" tanya Ibu dengan suara halus.

Nina bingung harus menjawab apa. Kalau dia menjawab "cari ilmu", pasti Ibu tidak akan membelikan handphone. Tapi, masa dia harus menjawab "pamer handphone"? Nina diam. Dia beranjak dari kamarnya, lalu menuju ke meja makan.

Keesokan harinya ...

Pulang sekolah, Nina sudah tidak menangis lagi. Dia pulang dengan wajah ceria seperti biasanya.

"Nah, begini dong jadi anak Ibu." puji Ibu pada Nina.

Nina tersenyum. "Bu, jangan belikan Nina handphone, ya. Belinya nanti saja kalau Nina sudah lulus SD." kata Nina mantap.

Ibu terkejut mendengar jawaban anaknya itu. Ibu jadi teringat pertanyaanya kemarin, "cari ilmu" atau "pamer handphone".

"Pasti pertanyaan Ibu kemarin Nina jawab cari ilmu, tapi dalam hati. Ya, kan?" tebak Ibu dengan senyum jahil.

Nina menggeleng. "Bukan, Bu. Nina malah bingung mau jawab apa kemarin."

"Lalu, kenapa Nina enggak mau dibelikan handphone dulu?" Ibu bingung.

"Tadi, handphonenya Rina hilang, Bu. Dia menangis seharian di sekolah. Nah, Nina takut kalau Nina punya handphone nanti akan hilang kayak punya Rina."

Ibu memeluk Nina. Bangga dengan keputusan anaknya.

0 komentar:

Posting Komentar