Tradisi Mitoni Masyarakat Jawa |
Upacara-upacara yang
dilakukan dalam masa kehamilan, yaitu siraman, memasukkan telor ayam kampung ke
dalam kain calon ibu oleh sang suami, ganti busana, memasukkan kelapa gading
muda, memutus lawe/lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum
jamu sorongan, dan nyolong endhog,
pada hakekatnya ialah upacara peralihan yang dipercaya sebagai sarana untuk
menghilangkan petaka, yaitu semacam inisiasi yang menunjukkan bahwa
upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur kepercayaan lama. Selain
itu, terdapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah adat istiadat
yang secara turun temurun dilestarikan oleh kelompok sosialnya. Mengabaikan
adat istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan
di mata kelompok sosial masyarakatnya.
Mitoni tidak dapat
diselenggarakan sewaktu-waktu, biasanya memilih hari yang dianggap baik untuk
menyelenggarakan upacara mitoni. Hari baik untuk upacara mitoni adalah hari
Selasa (Senin siang sampai malam) atau Sabtu (Jumat siang sampai malam) dan
diselenggarakan pada waktu siang atau sore hari. Sedangkan tempat untuk
menyelenggarakan upacara biasanya dipilih di depan suatu tempat yang biasa
disebut dengan pasren, yaitu senthong tengah. Pasren erat sekali dengan kaum
petani sebagai tempat untuk memuja Dewi Sri, dewi padi. Karena kebanyakan
masyarakat sekarang tidak mempunyai senthong, maka upacara mitoni biasanya
diselenggarakan di ruang keluarga atau ruang yang mempunyai luas yang cukup
untuk menyelenggarakan upacara.
Secara teknis,
penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang
dianggap sebagai yang tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial,
dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan. Serangkaian
upacara yang diselenggarakan pada upacara mitoni adalah:
Siraman dalam Tradisi Mitoni |
2. Upacara
memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu oleh sang
suami melalui perut dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara
ini dilaksanakan di tempat siraman (kamar mandi) sebagai simbol harapan agar
bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang.
Kelapa Gading Muda bergambar Batara Kamajaya dan Dewi Ratih |
Upacara brojolan dilakukan di depan senthong tengah atau pasren oleh nenek calon bayi (ibu dari ibu si bayi) dan diterima oleh nenek besan. Kedua kelapa itu lalu ditidurkan di atas tempat tidur layaknya menidurkan bayi.
Secara simbolis gambar Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra melambangkan kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur seperti tokoh yang digambarkan tersebut. Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra merupakan tokoh ideal orang Jawa.
4. Upacara
ganti busana dilakukan dengan jenis kain sebanyak 7 (tujuh) buah dengan motif
kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik
dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat
dalam lambang kain.
Motif kain tersebut adalah: 1. sidomukti (melambangkan kebahagiaan), 2. sidoluhur (melambangkan kemuliaan), 3. truntum (melambangkan agar nilai-nilai kebaikan selalu dipegang teguh), 4. parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup), 5. semen rama (melambangkan agar cinta kedua orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selma-lamanya/tidak terceraikan), 6. udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan), 7. cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya). Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem dengan kemben motif dringin. Upacara ini dilakukan di senthong tengah.
Motif kain tersebut adalah: 1. sidomukti (melambangkan kebahagiaan), 2. sidoluhur (melambangkan kemuliaan), 3. truntum (melambangkan agar nilai-nilai kebaikan selalu dipegang teguh), 4. parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup), 5. semen rama (melambangkan agar cinta kedua orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selma-lamanya/tidak terceraikan), 6. udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan), 7. cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya). Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem dengan kemben motif dringin. Upacara ini dilakukan di senthong tengah.
5. Upacara
memutus lilitan janur/lawe yang dilingkarkan di perut calon ibu. Janur/lawe
dapat diganti dengan daun kelapa atau janur. Lilitan ini harus diputus oleh
calon ayah dengan maksud agar kelahiran bayi lancar.
6. Upacara
memecahkan periuk dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (siwur).
Maksudnya adalah memberi sawab (doa dan puji keselamatan) agar nanti kalau si ibu masih
mengandung lagi, kelahirannya juga tetap mudah.
7. Upacara
minum jamu sorongan, melambangkan agar anak
yang dikandung itu akan mudah dilahirkan seperti didorong (disurung).
8. Upacara
nyolong endhog,
melambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar secepat pencuri yang lari
membawa curiannya. Upacara ini dilaksanakan oleh calon ayah dengan mengambil
telur dan membawanya lari dengan cepat mengelilingi kampung.
Dengan dilaksanakannya
seluruh upacara tersebut di atas, upacara mitoni dianggap selesai ditandai
dengan doa yang dipimpin oleh dukun dengan mengelilingi selamatan. Selamatan
atau sesajian sebagian dibawa pulang oleh yang menghadiri atau meramaikan upacara
tersebut.
Lambang atau makna yang terkandung dalam unsur upacara mitoni
Upacara-upacara mitoni,
yaitu upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh bulan,
memiliki simbol-simbol atau makna atau lambang yang dapat ditafsirkan sebagai
berikut:
- Sajen tumpeng, maknanya adalah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang sudah tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal di tempat yang tinggi, di gunung-gunung.
- Sajen jenang abang, jenang putih,
melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu dalam wujud bayi yang akan
lahir.
- Sajen berupa sega gudangan, mengandung
makna agar calon bayi selalu dalam keadaan segar.
- Cengkir gading (kelapa muda yang berwarna
kuning), yang diberi gambar Kamajaya dan Dewi Ratih, mempunyai makna agar
kelak kalau bayi lahir lelaki akan tampan dan mempunyai sifat luhur
Kamajaya. Kalau bayi lahir perempuan akan secantik dan mempunyai
sifat-sifat seluhur Dewi Ratih.
- Benang lawe atau daun kelapa muda yang
disebut janur yang dipotong, maknanya adalah mematahkan segala bencana
yang menghadang kelahiran bayi.
- Kain dalam tujuh motif melambangkan
kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang mengandung tujuh bulan dan bagi si
anak kelak kalau sudah lahir.
- Sajen dhawet mempunyai makna agar kelak
bayiyang sedang dikandung mudah kelahirannya.
- Sajen berupa telur yang nantinya dipecah
mengandung makna berupa ramalan, bahwa kalau telur pecah maka bayi yang
lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi yang lahir nantinya
adalah laki-laki.
0 komentar:
Posting Komentar